(وجلودُ الميتةِ) أي قلوبُ أهلِ الغفلةِ (تطهُر بالدِّباغِ) أي بالذكرِ مع الجهرِ والسؤال وبمُخالفةِ النفسِ كالجُوعِ والسهَر والعُزلةِ والصُّمتِ مع مُصاحبة الصدقِ والإخلاصِ والتخَلِّى من الحَولِ والقوةِ… إلى أن قال: (إلا جلدَ الكلبِ والخنزيرِ) أعنِي أهلَ الكباىٔرِ والمُصِرِّين عليها عبيدَ الدنيا (وما تولَّدَ منهما) من القولِ والفعلِ (أو من أحدِهما) من القولِ والفعلِ أيضًا مع حيوانٍ طاهرٍ من الكباىٔرِ والصغاىٔرِ حالةَ كونِه مُتردِّدا فإنه يُتبع أصلُه.
(وعظمُ الميتةِ) أي القلوبُ الغافلةُ عن ذكرِ اللهِ تعالى (وشعرُها) أي دُنياها (نجسٌ) أي مانعٌ عن رضاءِ اللهِ تعالى (إلا الآدمي) الخالصَ للهِ تعالى فإنه ذاكرٌ ومذكورٌ. ووردَ عن النبي صلى الله عليه وسلم: مثَلُ الذي يذكر ربَّه والذي لا يذكُر ربَّه مثَلُ الحيِّ والميِّتِ. ووردَ: لكلِّ شيءٍ مصقلةٌ ومصقلةُ القلوبِ ذكرُ اللّٰهِ
(Kulit bangkai) artinya hati orang-orang yang lalai mengingat Allah (bisa suci dengan cara disamak) artinya dengan cara berdzikir secara keras, memohon kepada Allah, dan dengan cara melawan hawa nafsu seperti merasakan lapar, tidak tidur di malam hari, menyendiri jauh dari manusia, diam (tidak banyak bicara) disertai dengan kejujuran, keikhlasan, berlepas dari merasa mempunyai daya dan kekuatan… sampai ucapan penulis: (kecuali kulit anjing dan babi) maksudnya adalah para pelaku dosa besar dan yang terus menerus melakukan dosa besar, yaitu para penghamba dunia (dan semua yang terlahir dari keduanya) yang berupa ucapan dan perbuatan (atau dari salah satunya) berupa ucapan dan perbuatan juga, bersama dengan hewan yang suci, yakni pelaku dosa besar dan dosa kecil, dalam kondisi yang masih diragukan, maka dalam hal ini hukumnya mengikuti hewan asalnya.
(Daging bangkai) artinya hati yang lalai dari mengingat Allah ta’ala (dan rambut atau bulunya) artinya rendahnya hati tersebut (hukumnya najis) artinya menghalangi dari mendapatkan ridla Allah ta’ala (kecuali daging dan rambut anak Adam) yang ikhlas hanya karena Allah ta’ala, maka dia adalah orang yang mengingat Allah dan diingat oleh-Nya. Telah sampai khabar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Perumpamaan orang yang mengingat Tuhannya dan orang yang tidak mengingat Tuhannya seperti orang yang hidup dan yang mati.” Dan telah sampai khabar: “Segala sesuatu ada pengkilatnya, yang bisa mengkilatkan hati adalah mengingat Allah.”
Wallahu a’lam bisshawab.
Sumber: Jawahir al-Iththila’ wa Durar al-Intifa’ ‘ala Matn al-Ashfihani Abi Suka’ karya Syaikh Mustafa bin Yusuf bin Abd. al-Salam al-Syadzili al-Fasi al-Husaini (w. 1401 H), Mathba’ah al-Tadlamun al-Akhawi Mesir, hal. 5.
(KH. Bagus Ahmadi, PP. MIA Putra – Pacet – Moyoketen – Boyolangu – Tulungagung)















